Rabu, 24 Juni 2009

PLAYGROUND Pengantar Pameran

Nyata dan Berlebihan

Manusia memiliki hasrat atau libidinal yang akan membawa pada keinginan, kebutuhan dari kekurangannya meskipun pada kenyataanya atau untuk ukuran hidup orang lain terlalu berlebihan.seperti seseorang yang memiliki handphone canggih berkamera tapi membawa kamera juga dan bukan untuk digunakan sebagaimana mestinya.mungkin inilah yang dinamakan berlebihan atau sebagai pamor sosial. Dalam hal ini, realitas adalah referensi dari penanda.namun , bisa juga terjadi bahwa sebuah objek sama sekali tidak mengacu pada referensi atau realitas tertentu, karena ia sendiri ialah fantasi atau halusinasi dari realitas yang telah menjadi realitas dalam penciptaan model-model, suatu realitas yang tanpa referensi atau sebuah duplikasi kenyataan, dengan menggunakan media reproduksi yang berbeda. Objek atau tanda yang yang merupakan reproduksi ikonis (copy,duplikasi) realitas, baik realitas masa kini atau masa lalu, dalam hal ini masuk ke kawasan hiperealitas ( yang tak nyata bukan lagi sebuah ilusi namun telah dipercayai sebagai kenyataan.” Galaxi Simulacra” Jean Baudllirad ) .sebutan lain bagi objek-objek semacam ini adalah objek palsu atau kitsch.

Berawal dari keasyikannya bermain dengan menggambar pada kertas atau menemukan benda untuk dibuat sesuatu menjadi sebuah ‘ karya seni ’, dengan didaktik pada ilmu visual atau desain yang berkutat pada kesenangannya sampai mengarah pada tepian yang bercabang dan membuat seorang taufik setiawan mencoba mengambil ditengahnya atau menelusuri dan memahami kedua jalan itu dalam berkesenian dan penentuan sikap yang mungkin akan menjadi persoalan besar dalam dirinya sebagai perupa yang ingin menyandang profesi yang diakui dan disepakati oleh masyarakatnya sebagai ‘seniman’. terkesan naïf memang jika kita memiliki alter ego atau sikap yang seolah-olah menyerupai dan memiliki kesamaan pada seseorang yang sudah terkenal (seniman) melalui tiruan pada karya-karyanya atau mengamini statment serta teori ideologinya. Pertanyaanya sekarang, mau jadi seniman yang seperti apa atau siapa? Dan membuat karya seni seperti apa? Inilah suatu dilema pada kita dan menjadi kegelisahan pada seorang opik untuk menentukan sikap nantinya.

Dari kesenangannya bermain (menggambar,melukis,mengapropsiasi benda) dengan bentuk-bentuk visual yang terkesan naif,komik atau seperti pencarian teknik yang di olah melalui benda-benda teknologi dengan melakukan penambahan elemen-elemen berupa kata-kata untuk menegaskan kesesuaian gambarnya, bukan berarti karya-karyanya ini menceritakan kehidupan pribadi opik , tapi sebuah kenyataan yang dirasakan opik dari lingkunganya ,jika kita mencermati gambar demi gambar yang di dalamnya tersimpan sebuah peristiwa yang dilihatnya atau yang dialaminya. Inilah seorang opik dalam permainan jubahnya untuk memotret keadaan masyarakat yang akan di bingkai melalui karyanya.

Catatan Opik

Play dalam bahasa konotasi berarti main, dimainkan, sesuatu yang berhubungan dengan kesenangan ( kegembiraan), play ground ialah dunia yang luas dimana didalamnya opik melakukan kesenangan-kesenangannya, merekam peristiwa lewat gambar sekaligus mengisi ruang-ruang kosong yang harus di renungi.

menurut Umar Sumarta berkesenian adalah kegiatan yang dilakukan dengan gembira. Lain halnya menurut Tisna Sanjaya yang mengatakan bahwa seorang seniman haruslah peka terhadap lingkungan sosialnya,bersikaplah kritis. Kedua hal ini membuat opik gelisah, jalan mana yang harus ditempuh? Dan setelah mencoba keduanya, menjadikan opik orang yang ‘lain’. Tetapi setelah disadari bahwa kesenangan dengan diimbangi keilmuan, sama dengan penyadaran.

“ Proses ialah terus belajar hingga ajal menjemput & jangan pernah membatasi kemampuan diri kita “ ( Taufik Setiawan ).

Zaenal Abidin

Penulis&curator NiagaraSarangSetan

2009

Senin, 22 Juni 2009



Taufik Setiawan visualart solo exhibition PLAYGROUND@Niagarasarangsetan.2009